Caution

Only real bloggies who wants to read my blog

Languange

Kamis, 10 Juni 2010

Boy's Diary part 2

"Jadi ini dengan apa yang lu maksud dengan halangan ?" ucapku
"Ya.." ucap Fauzi tegang
Terlihat suasana jalan yang sangat sepi pendatang, hanya 300 meter menuju rumah Rani, serasa berjalan menuju Gunung Salak yang puncaknya sangat sulit didatangi, bayangkan saja teman, kami harus melewati satu anjing liar berjenis bulldog, yang terlepas dari kandangnya, bahkan pemilik dari anjing tersebut sedang berada di rumah sakit karena tangan dan kakinya digigit oleh sang anjing.
"Lu hanya punya dua pilihan, lewat sini yang hanya ada 1 anjing atau tidak akan pernah mendapatkan apa yang lu inginkan." ucapnya.
"Demi misi ini, kan kulewati anjing itu !" ucapku sedikit merinding.

Aku terus berlari, berlari sekencang mungkin dengan maksud agar anjing tersebut tidak melihat gw. Dan hasilnya pun, aku berhasil melewati daerah perbatasan yang mengerikan itu. Saking kegirangannya aku sampai berselebrasi ala CR9 di lapangan. Hingga kulihat...
"Hah.. hah.. hah.. Lu berhasil yas, gw gak percaya lu bisa ngelewatin tuh bulldog !" ucap Fauzi berbangga.
"Itu yang lu maksud dengan membantu hah ? Liat tuh !" ucapku sambil menunjuk rumah Rani.
Terlihat rumah Rani yang kosong melompong, tak berpenghuni, dan hanya ada secarik kertas menempel di sebagian dinding rumah bertuliskan "DIJUAL". Dan hanya bersekitar 3 detik hati gw serasa mau marah tapi tak bisa marah, ingin sedih, tapi tak bisa menangis.
"Jujur Fer, gw gak tau kalau si Rani sudah pindah. Maaf ya Fer." ucap Fauzi meminta maaf.
"Gak apa - apa, semuanya bukan salahmu kok, yuk kita pulang." ucapku lemas.
Dan tak berapa lama, terdengar suara endusan liar yang serasa ingin membunuhku dari belakang. Dan setelah akau membalikkan badan.
"Anjing !!" teriak kami bertiga. Kami berlari terbirit - birit dan berteriak meminta tolong, namun tak ada yang menjawab, karena sepinya daerah tersebut padahal jalan seberang sangatlah ramai.



Jantung berdetak cepat, mata tak berkedip, tangan menggigil, dan mulut bergerak seperti orang sakau karena kecanduan narkotika. Itulah kami, hampir melepas nyawa yang dipertaruhkan dalam lomba lari 300 meter bersama seekor anjing.
"Gila... Wuiih.. Untung aja kita larinya cepet. Kalo lambat sedikit aja, bisa mampus di tengah jalan." ucap Fauzi ngos - ngosan
Namun aku tak menajawab, aku langsung pergi meninggalkan Fauzi, dan segera masuk rumahnya. Akhirnya, ia menemuiku dan mengajak gw ngobrol sambil minum sebotol sirup.
"Yas, sorry banget ya, gw gak bisa nemuin lu sama si Rani." ucapnya pelan.
"Kan gw udah bilang, semuanya bukan kesalahan lu." ucap gw pelan juga.
"Lantas kenapa lu langsung pergi tadi ?" tanyanya.
"Gw cuma kecewa aja dengan semua usaha yang telah gw lakukan, dari SMP sampai SMA." ucap gw sedikit canggung.
"Hmmm.. sudah, apabila ada kesempatan, gw bakal ngebantu lu lagi." ucapnya untuk menenangkanku.
"Makasih ji." ucap gw sedikit memberinya senyuman kecil kecilan.

TING TONG ! terdengar suara bel rumah Fauzi berdering, ia pun segera membuka pintu. Dan ternyata yang datang adalah seorang perempuan, aku pun dengan pelan mengambil langkah kecilku.
"Eh, Dhea.. Masuk , masuk." ucap Fauzi.
"Makasih ji, hehe." ucapnya
Mereka berdua masuk ruang tamu
"Ngomong - ngomong ada apa nih dateng ke rumah gw ?" tanya Fauzi penasaran.
"Enggak, gw cuma pengen ngasih ini aja Ji, katanya sih dari Ruby, kan dia lagi touring ke Yogyakarta, jadi dia nitip ini ke gw." ucapnya
"Ini apa ?" tanya Fauzi
Ia menggelengkan kepalanya dan seakan menyuruhnya untuk membuka hadiah berkertas coklat tersebut. Dan ternyata isi dari kotak tersebut adalah sebuah buku novel berjudul "Saat Terlelap, Dia Menyergap" karangan, Dwi Maryuni. Aku pun turun ke bawah dan penasaran siapakah yang datang ke rumah ini.
"Siapa ji ?" tanyaku.
Saat dirinya menengok, gw tercengang, selama ini gw gak pernah merasakan suasana seperti ini sejak gw hidup sampai sekarang. Wajahnya putih, senyuman manis, dan rambut terurai yang sedikit keriting, dan berkepanjangan setengah jengkal dari pundak, sungguh membuat hati berdebar - debar tanpa arah, bingung harus berbuat apa.
"Oh ya Fer, kenalin ini Dhea. Dhea ini Ferdi, temen gw." ucap Fauzi.
"Dhea.." ucapnya sambil memberiku sebuah tangan perkenalan
"Ferdi.." ucapku membalasnya
"Hmm, keliatannya gw harus pulang deh, Ibu gw lagi masak nih, nanti ada arisan di rumah gw soalnya, jadi gw disuruh ngebantuin." ucapnya
"Ooh, ya sudah kalau gitu, kasihan Ibumu tuh nungguin, kan jalan dari rumah lo kesini lumayan jauh." ucap Fauzi pelan
"Yaudah, makasih ya Ji.." ucapnya sambil meninggalkan rumah Fauzi.

Gw masih penasaran dengan apa yang gw lihat, sungguh tak bisa gw sangka, Fauzi punya teman perempuan secakep itu, tapi kenapa gak digaet aja. Hingga pada akhirnya, gw bertanya kapada Fauzi untuk mencari informasi.
"Ji, yang tadi dateng siapa sih ?" tanya gw pelan
"Itu tadi tuh, Dinda Dhea Adawiyah, temen SD dulu, tapi cuma gw temen cowok yang masih deket sama dia." ucapnya
"Ohh.. cuma temen ?" ucapku
"Kok gak lu gebetin ?" tanya gw sekali lagi
"Gak tertarik gw sama dia." ucapnya gak jelas.
"Maksudlu ?" tanya gw makin penasaran
"Gw lebih suka perempuan yang gendutan Fer, biar kagak malu kalo jalan, lagipula yang ada orang nanggapinnya kalau gw ini bapaknya lagi. Hahaha.." ucapnya sedikit tertawa.
"Emang kenapa lu tanya Fer ?" tanyanya
Gw berfikir apa yang harus gw jawab dan yang ada di otak gw hanyalah kata "a... a..." bingung mencari alasan yang tepat untuk menutupi alibi ini.
"Kalau lu suka sama si Dhea, nanti gw bantuin deh, gw kenal kok dia, dan apa - apa aja yang dia suka." ucapnya
Gw hanya terdiam..
"Santai aja Boi, gw tau apa yang lu mau.." ucapnya tersenyum padaku.

To Be Continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Follow !